Rabu, 19 Oktober 2011

Kualitas Bibit Jagung Bantuan Pemerintah Rendah

ENREKANG — Petani jagung di dua kecamatan yakni Kecamatan Enrekang dan Cendana mengeluhkan bibit jagung bantuan yang diberikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Enrekang.
Mereka menilai, bantuan bibit jagung tersebut, kualitasnya jauh lebih rendah dari yang diharapkan sebelumnya. Dan jika dipaksa untuk ditanam dan dikelola, petani khawatir, bibit jagung tersebut hanya akan menambah kekhawatiran nantinya. Hal ini juga diakui Safran, seorang anggota kelompok tani Harapan Paung Bampu Kecamatan Cendana, Senin 17 Oktober. Menurutnya, kondisi tersebut diperparah dengan musim kemarau yang tengah melanda Bumi Massenrempulu, khususnya, Sulsel umumnya. “Apalagi tidak ada juga subsidi pemerintah untuk petani kecil seperti kita mendapatkan bibit jagung kualitas bagus. Jadi posisi kita sekarang setengah-setengah. Mau tanam nanti rugi, tidak ditanam apa mau didapat,” katanya saat ditemui di Desa Pinang Kecamatan Enrekang usai mengikuti seminar percobaan penanaman bibit jagung Bisi-12 yang bekerjasam dengan PT Bisi Internasional kemarin. Terkait hal ini, Kepala Kantor Penyuluhan Pertanian Peternakan Perikanan dan Kehutanan (KP4K) Enrekang, Darmawati Anto yang hadir mendampingi para kelompok tani di acara tersebut mengakuinya. Menurutnya, penurunan kualitas bibit jagung dan tida adanya subsidi pemerintah disebabkan karena anggaran yang disediakan pemerintah untuk itu memang minim. “Dana APBD untuk mendukung hal itu juga kurang,” katanya. Di acara seminar penaman bibit jagung Bisi-12 tersebut, petani maupun pemerintah (KP4K dan pihak Dinas Pertanian dan Perkebunan Enrekang) mengakui keunggulan bibit tersebut. Sebab, walaupun musim kemarau, karena ditanam bulan juli lalu, produktivitas yang dicapai oleh bibit itu mencapai 13,8 ton per hektare. Data ini dibuktikan pada farm field day di lokasi percontohan di kebun Safran, anggota kelompok tani Harapan Puang Bampu di Desa Pinang. Sementara, pada hasil yang dicapai petani lain dengan verietas berbeda dengan waktu tanam yang sama. Rata-rata, kata Darmawati, hanya tiga sampai empat ton perhektar jagung yang dihasilkan. “Tapi kan bibit ini tidak gratis atau disubsidi pemerintah. Kita harus beli. Tapi apa boleh buat. Memang begitulah keadaannya,” pungkas Safran. (parepos)

Tidak ada komentar: