Senin, 13 Juli 2009

Pembentukan Empat Kecamatan Mandek Menunggu Tim dari Pemprov

ENREKANG -- Pembahasan tentang pembentukan empat kecamatan baru di wilayah Kabupaten Enrekang hingga kini masih mandek di DPRD Enrekang. Padahal, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) pembentukan empat kecamatan tersebut sudah diajukan eksekutif ke DPRD setempat sejak 24 September 2008.

Empat kecamatan baru yang diusulkan tersebut, yakni Kecamatan Anggeraja Selatan yang merupakan pecahan Anggeraja, Kecamatan Matajan (pecahan Maiwa), Tallu Madika (pecahan Enrekang), serta Banti (pecahan Baraka).

Ketua DPRD Enrekang, Achmad Anggoro, mengatakan bahwa pembahasan tentang usulan pemekaran kecamatan tersebut belum dilanjutkan sebelum tim dari pemerintah provinsi turun ke lokasi guna melakukan peninjauan.

"Kami sudah pernah melakukan pembahasan. Sekarang DPRD masih menunggu tim dari provinsi untuk melakukan peninajuan ke lapangan. Kalau sudah ada hasil kunjungan, baru dibicarakan kembali," tandas Anggoro, Senin, 13 Juli.

Dia menjelaskan, tim dari provinsi tersebut akan turun setelah Pemkab Enrekang mengajukan permohonan. "Saya tidak tahu pasti apakah eksekutif sudah bermohon ke provinsi atau belum," tuturnya.

Sekkab Enrekang, M Amiruddin, ketika dikonfirmasi terpisah mengatakan bahwa masalah tersebut sudah disampaikan ke Pemprov Sulsel. Saat ini, lanjut dia, Pemkab sisa menunggu jadwal dari provinsi.

"Kami sudah menyusun persiapan untuk melakukan peninjauan ke wilayah kecamatan yang akan dimekarkan tersebut." kata Amiruddin.

Jumat, 03 Juli 2009

Harga Benang Sutra Anjlok

ALLA — Puluhan petani murbei yang tersebar pada beberapa desa di Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang, mengeluh lantaran harga benang sutra di pasaran saat ini anjlok. Harga benang sutra di tingkat petani hanya berkisar antara Rp 130 ribu-Rp 170 ribu per kilogram. Kondisi ini dirasakan petani sangat jauh dari harga standar yang biasa mencapai hingga Rp 240 ribu per kilogram. “Harga sekarang turun drastis. Kami juga tidak bisa apa-apa karena begitulah kenyataannya,” kata Anton, salah seorang petani murbei di Sudu, Kecamatan Alla, Kamis,
2 Juli. Direktur Pemasaran Perusahaan Daerah (Perusda) Mata Allo Enrekang, Ikhdiman, mengakui harga sutra mengalami penurunan akhir-akhir ini. Dia menjelaskan, salah satu kendala dalam pemasaran sutra Enrekang selama ini karena pasar penjualan hasil
petani Enrekang masih bergantung pada Kabupaten Wajo. “Kalau mau harga bagus, kita harus lepas kebergantungan dari Kabupaten Wajo karena selama ini hanya daerah itu tujuan pasar kita. Padahal harga sutra itu kan ada standar dunia yang berlaku secara umum,” tandas
Ikhdiman. Menurut dia, faktor lain yang turut memengaruhi anjloknya harga benang sutra asal Enrekang, yakni kualitas hasil benang yang belum sesuai keinginan pengusaha luar daerah. Pengusaha, sebut dia, masih harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengolah kembali benang yang dibeli dari Enrekang, sehingga mereka lebih memilih sutra asal China yang tdk perlu lagi diolah kembali meski dengan hara di atas Rp 300 ribu/kilogram. “Ini karena kita belum punya mesin pengolahan yang bagus. Padahal mesinnya itu tidak terlalu canggih dan mahal,” katanya.