Sabtu, 02 April 2011

China Bidik PLTA 200 MW Enrekang

MAKASSAR -- Perusahaan asal China, Topnich Energy Indonesia, akan mengikuti jejak Norwegia melalui join venture dengan PT Sulawesi Hydro Power, membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air di Kabupaten Enrekang.


Ilustrasi

PT Topnich Energy Indonesia (TEI) akan membangun PLTA berkapasitas 200 megawatt dengan nilai investasi mencapai Rp5 triliun. Tim ahli PT TEI kini sedang mengerjakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan dokumen perencanaan pembangunan.

Kepala Bidang Pengendalian dan Pengawasan Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Sulsel, Sukarniaty Kondolele, Kamis, 31 Maret, mengatakan, PLTA tersebut direncakan akan mulai pembangunan tahap awal Juni 2011. "Sebagai bentuk keseriusan, perusahaan China tersebut menyerahkan dana awal ke Pemkab Enrekang sebesar Rp5 miliar dan menyusul Rp5 miliar dalam dua bulan ke depan," kata Sukarniaty.

Nota kesepahaman (MoU) PT TEI dengan Pemkab Enrekang sebenarnya telah digelar 18 Desember 2010 lalu. Saat itu Tony Lim menanda tangani MoU bersama Bupati Enrekang La Tinro Latunrung disaksikan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo.

Menurut Sukarniaty, jika investasi China ini terealiasi dipastikan bisa memenuhi setengah kebutuhan investasi pasokan listrik di kabupaten tersebut. Berdasarkan perkiraan kebutuhan yang dilaporkan Pemkab Enrekang, total nilai investasi kelistrikan yang dibutuhkan sebesar Rp9 triliun.

Sisa kebutuhan akan segera ditutupi dengan rencana investasi PLTA Norwegia dengan kapasitas 100 Megawatt dengan nilai investasi sekitar Rp3 triliun. Sebelumnya, Norwegia melalui perusahaan PT Sulawesi Hydro Power (join venture) telah mengoperasikan PLTA Tangka Manipi untuk memenuhi kebutuhan listrik Kabupaten Gowa dan Sinjai. PLTA berkapasitas sebesar 10 megawatt tersebut dibangun dengan nilai investasi Rp280 miliar.

Tim ahli PT Sulawesi Hydro Power juga saat ini sedang melakukan survei lapangan dan Amdal di Kecamatan Buttu Batu Enrekang, lokasi yang akan menjadi proyek PLTA. (aci-FAJAR)

Norwegia Siapkan Rp2 T

MAKASSAR -- Sukses membangun proyek PLTA Tangka Manipi di Sinjai, pemerintah provinsi Sulawesi Selatan dan Norwegia kembali melanjutkan kerja sama pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Tahun ini, kedua pihak sepakat membangun PLTA Buttu Batu berkapasitas 2 x 50 Megawatt (MW) di Kabupaten Enrekang.
Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo dalam pertemuan dengan KF Fjellsikring asal Norwegia mewakili PT Sulawesi Mini Hydro Power (SMHP) mengatakan, PLTA Buttu Batu saat ini dalam tahap survei lapangan dan telah masuk agenda PT PLN Persero Wilayah Sulsel, Sultra, Sulbar (Sulselrabar).

RESMIKAN PLT A MANIPI. Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo saat pertemuan dengan KF Fjellsikring asal Norwegia mewakili PT Sulawesi Mini Hydro Power (SMHP) di Gubernuran, Kamis, 3 Maret.

"Kita harapkan proyek ini berjalan baik sehingga bisa memperkuat deposit energi listrik kita untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri," harap Syahrul di rumah jabatan gubernur Sulsel, Kamis, 3 Februari. Pada kesempatan itu, Syahrul meresmikan PLTA Tangka Manipi secara simbolis.

Syahrul menjelaskan, konsorsium PT SMHP adalah perusahaan patungan KF Fjellsikring asal Norwegia yang berhasil membangun PLTA Tangka Manipi di Sinjai dan kini telah beroperasi. PT SMHP siap melanjutkan pembangunan PLTA di Enrekang dengan nilai investasi Rp2 triliun.

Ketua DPD Golkar Sulsel ini mengatakan, pihaknya sangat berharap PT SMHP bisa kembali merealisasikan kerja sama lanjutan pembangunan pembangkit listrik agar bisa memenuhi penambahan pasokan daya di Sulsel. Kondisi kelistrikan di wilayah Sulselrabar, kata dia, hanya mampu menyuplai daya listrik sebesar 620 MW sedangkan beban puncak sekira 586 MW, sehingga cadangan hanya mencapai 34 MW -- kurang sekitar 30 persen dari beban puncak.

"Kami sangat berharap PLTA Enrekang terealisasi. Kebutuhan listrik masyarakat Sulsel sangat tinggi dan jika itu bisa terwujud tentu saja meningkatkan pertumbuhan ekonomi," ungkap Syahrul.

General Manager PT SMHP, Nahdiyani Rahman menjelaskan, PLTA Buttu Batu Enrekang ditargetkan beroperasi pada 2016 dengan nilai investasi lebih dari Rp2 triliun. "Kami bekerja sama dengan Universitas Hasanuddin dalam hal studi awal lingkungan hidup. Kami mencoba semua dengan pembangkit kecil, sebelum kami membangun pembangkit lebih besar," jelas Nahdiyani.

Terpisah, pengamat Kelistrikan Sulsel, Prof Arief memberi apresiasi positif terhadap investasi perusahaan asal Norwegia ini. Ia mengatakan, pemerintah harus memberikan fasilitas dan kemudahan.

"Itu sangat positif bagi Sulsel. Jangan dihambat. Kalau tersedia energi yang banyak, listrik bisa tumbuh dan harga listrik bisa murah. Juga tidak perlu lagi harus menghemat. Itu harus didukung oleh pemerintah daerah," katanya.

Ia mengatakan, keberadaan 2 x 50 MW yang diproyeksikan dihasilkan pembangkit ini akan sangat membantu Sulsel yang sempat diterpa krisis listrik. Selain itu juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah ini.

"Ini akan mendorong industri dan investor masuk. Pemadaman tidak akan ada lagi setelah adanya penambahan kapasitas. Kalau kapasitas besar, tidak perlu lagi menghemat listrik. PLN juga bisa menghemat. Pembangkit yang mahal dibekukan saja, tidak perlu dioperasikan lagi. Misalnya yang menggunakan BBM. Itu tidak perlu lagi. Artinya listrik kita sehat, industri masuk dan lapangan kerja terbuka," kata Arief yang mengaku sedang berada di Batam.

Bagi Arief, pada dasarnya, pembangkit listrik seperti ini harus diperbanyak di Sulsel. "PLTA harus digarap. Ini energi yang bisa diperbaharui. Harus didukung, tidak boleh dihambat," katanya. (amr-aci,FAJAR)